Jiwasraya Gagal Bayar, Pengelolaan BUMN Buruk
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan saat memberikan keterangan pers.Foto :Dok/Rni
Manajemen PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) mengaku terpaksa menunda pembayaran klaimnya untuk nasabah produk asuransi yang dijual lewat bank mitra. Total klaim yang terpaksa ditunda tersebut mencapai Rp 802 miliar. Dengan gagal bayar ini mengindikasikan bahwa pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai buruk.
Penundaan pembayaran klaim nasabah yang dialami Jiwasraya adalah alarm buruknya tata kelola BUMN selama ini. Jiwasraya mengaku mengalami tekanan likuiditas, sehingga tidak mampu melakukan pembayaran klaim kepada nasabah.
“Tekanan likuiditas Jiwasraya sangat dipengaruhi oleh situasi pasar modal yang sedang lesu. Dan situasi pasar modal yang melesu ini, sangat terkait dengan kinerja ekonomi pemerintah yang buruk, terutama terus terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dollar,” kata Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan dalam rilisnya kepada Parlementaria, Senin (15/10/2018).
Diungkap mantan Wakil Ketua Komisi VI DPR ini, saat ini Jiwasraya memegang portfolio di marketable securities yang terlalu banyak. Pada kondisi harga saham dan instrumen keuangan turun seperti ini, sulit bagi Jiwasraya menjual portfolionya. Jiwasraya bisa saja menjual, namun langkah tersebut bisa dituduh sebagai hal yang merugikan negara. Sehingga ketika butuh cash seperti sekarang, Jiwasraya terkunci dan tidak bisa bergerak.
Menurut Anggota F-Gerindra DPR RI ini, tekanan likuiditas Jiwasraya tidak terlepas dari fenomena gunung es tata kelola BUMN yang buruk. Secara umum, tata kelola BUMN selama ini dijalankan seperti kuda pacuan yang diarahkan untuk berlomba-lomba mengejar profit semata. Akhirnya, banyak BUMN kehilangan value-nya sebagai agent of development. Fatalnya, ketika diadu kompetisi dengan perusahaan swasta, BUMN tidak mampu bersaing.
“Gagal bayar Jiwasraya juga mencerminkan buruknya manajemen social protection di Indonesia. Setelah Asuransi Kesehatan (BPJS Kesehatan) gagal bayar, saat ini Asuransi Jiwa (Jiwasraya) mengikuti keterpurukan yang sama. Ketika sehat dilarang sakit, dan ketika mati pun masih meninggalkan persoalan. Ironis,” kritisi Heri. (mh/sf)